Sebuah toko yang menjual ganja resmi dibuka pada awal tahun baru tanggal 1 Januari 2014 di Denver, Negara Bagian Colorado, Amerika Serikat. Di sana ganja biasa disebut sebagai marijuana atau pot. Para pemberlinya dibatasi harus berumur 21 tahun ke atas. Jumlah pembelian juga dibatasai, untuk warga Colorado diperkenankan maksimal 1 ons per transaksi, dan warga luar Colorado maksimum hanya 1/4 ons per transaksi.
Peresmian toko ini adalah realisasi dari dilegalkannya peredaran dan pemakaian ganja oleh Colorado pada tahun 2012, bersama Negara Bagian Washington. Jeda waktu yang cukup lama diperlukan karena sulitnya membuat aturan mengenai pengedaran dan penjualan ganja ini, baik dari segi regulasi, perpajakan, maupun beberapa permasalahan dari berbagai sudut pandang lainnya. Saat ini sudah 136 lisensi penjualan yang sudah disahkan di Colorado. Sedang untuk Washington, toko pertama direncanakan dibuka pada pertengahan 2014.
Tentu saja pembukaan toko ini menuai pro dan kontra, sebagaimana keadaannya sewaktu pengesahan legalisasi ganja. Yang pro tentu saja para penikmat lintingan daun memabukkan tersebut, para aktivis pro ganja legal, para pengedar serta pedagangnya.
“Kami ingin menjadi bagian dari gerakan ini,” kata Brandon Harris, yang telah menyetir selama 20 jam dari Blanchester, Ohio.” Kami membuat sejarah di sini”.
Seorang mantan marinir bernama Sean Azzariti mengatakan bahwa walaupun dia dapat menggunakan ganja kapanpun dia mau, dia memang memerlukannya untuk menghadapi masalah post-traumatic stress disorder paska perang Irak dan Afghanistan.
“Orang telah membeli ganja di seluruh negeri selama bertahun-tahun”, kata Mason Tvert, juru bicara Marijuana Policy Project. “Perbedaaanya sekarang di Colorado hanyalah, bahwa mereka membelinya dari bisnis legal, bukan lagi pasar gelap”.
Tentu saja banyak juga yang menentang. Sebuah group konseling tentang kecanduan mengatakan bahwa mereka melihat akan terjadi lebih banyak masalah kecanduan ganja, terutama di generasi muda.
Kevin Sabet, yang pernah bekerja di White House’s Office of National Drug Control Policy dan merupakan direktur Drug Policy Institute di University of Florida, mengatakan konsekuensi negatif dari pelegalan ganja mencakup periklanan yang bisa menyasar ke anak-anak, kenaikan kecelakaan karena pengemudi yang mabuk ganja, dan limpahan ganja ke daerah sekeliling luar Colorado, di mana ganja masih illegal.
Aturan Federal AS memang masih mengharamkan peredaran ganja, dan kepemilikan ganja merupakan kejahatan pidana. Namun pemerintah Federal AS masih wait and see dalam menyikapi masalah legalisasi. Beberapa bulan lalu, wakil pemerintah Obama mengatakan bahwa mereka tidak akan melawan hukum pelegalan ganja di Colorado dan Washington selama kedua negara bagian tersebut menjaga aturan yang ketat menyangkut penjualan dan distribusi ganja.
Di Indonesia sendiri, beberapa waktu lalu pernah ada demo besar-besaran para pendukung legalisasi ganja di Bundaran HI. Untungnya tidak terlalu ditanggapi pemerintah dan DPR. Semoga saja terus demikian, ganja tetap berstatus haram di Indonesia, mengingat jauh lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya (jika ada).
Peresmian toko ini adalah realisasi dari dilegalkannya peredaran dan pemakaian ganja oleh Colorado pada tahun 2012, bersama Negara Bagian Washington. Jeda waktu yang cukup lama diperlukan karena sulitnya membuat aturan mengenai pengedaran dan penjualan ganja ini, baik dari segi regulasi, perpajakan, maupun beberapa permasalahan dari berbagai sudut pandang lainnya. Saat ini sudah 136 lisensi penjualan yang sudah disahkan di Colorado. Sedang untuk Washington, toko pertama direncanakan dibuka pada pertengahan 2014.
0 komentar:
Posting Komentar