Senin, 10 Maret 2014

Media sebagai Arena Kontestasi Pro-Kontra Pelegalan Ganja

LATAR BELAKANG
Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia telah mencapai tahap yang sangat mengkhawatirkan. Narkoba tidak lagi mengenal batas usia. Orang tua, muda, remaja bahkan anak – anak ada yang menjadi penyalahguna dan pengedar gelap Narkoba. Diperkirakan 1,5 persen dari total jumlah penduduk Indonesia adalah pengguna Narkoba. Peredaran gelap Narkoba di Indonesia pun tidak kalah mengkhawatirkan. Narkoba tidak hanya beredar di kota – kota besar di Indonesia, tetapi juga sudah merambah sampai ke pelosok desa.
Indonesia yang dahulunya merupakan Negara transit/ lalu lintas perdagangan gelap Narkoba karena letak geografis negara Indonesia yang sangat strategis (posisi silang), telah berubah menjadi Negara produsen Narkoba. Hal ini dapat dilihat dengan terungkapnya beberapa laboratorium narkoba (clandenstin lab) di Indonesia. Era globalisasi yang ditandai dengan kemajuan teknologi komunikasi, liberalisasi perdagangan serta pesatnya kemajuan industri pariwisata telah menjadikan Indonesia sebagai Negara potensial sebagai produsen Narkoba.
Posisi Indonesia yang sudah berkembang sebagai Negara Produsen Narkoba telah menghadapkan Indonesia pada masalah yang sangat serius. Peredaran Narkoba yang semakin “menggila” disamping berakibat sangat buruk bagi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara, pada akhirnya dapat pula menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban Nasional.
Namun di tengah gencarnya pelarangan terhadap peredaran Narkoba,  pada hari Sabtu pagi tanggal 7 Mei 2011 Global Marijuana March resmi di gelar di Tugu Tani, Jakarta Pusat. Pagi itu masyarakat pendukung legalisasi ganja kumpul di taman di bawah patung Tugu Pak Tani yang berlokasi di Jl.Prapatan, Menteng Jakarta. Aksi yang dikoordinir dan diprakarsai oleh Lingkar Ganja Nusantara (LGN) ini sukses mencuri perhatian media saat itu, Ketua LGN, Dhira Narayana adalah person incharge yang ditunjuk oleh organisasi sebagai jalur informasi. Banyak sekali pertanyaan yang diajukan wartawan sehingga teman-teman LGN lainnya turut kebagian pertanyaan. Anggota LGN yang datang dari daerah sangat antusias mengikuti jalannya GMM. Mereka berangkat dari daerahnya dan sampai di Tugu Tani tepat tanggal 7 Mei pagi hari. Beberapa anggota LGN dari daerah bahkan membawa spanduk sendiri yang bertuliskan kata-kata protes atas pelarangan ganja. Semua teman-teman dari daerah sadar, bahwa pelarangan ganja di dunia adalah sebuah kesalahan yang harus diperbaiki. Kita tidak bisa hanya duduk diam sambil menunggu perubahan, kita sendiri yang harus menciptakan perubahan itu. Setelah aksi selesai, anggota LGN Jakarta mengajak teman-teman dari daerah untuk singgah ke Sanggar Komunitas Proklamasi di Jl.Bonang, kelurahan Menteng Jakarta Pusat untuk mempererat tali silaturahmi sambil diskusi.
Liputan media amat penting bagi LGN untuk mensosialisasikan wacana legalisasi ganja kepada masyarakat luas. Wacana ini memang dianggap kontroversial oleh kebanyakan orang Indonesia yang masih awam dan miskin informasi global. Umumnya bangsa Indonesia tahu bahwa ganja itu narkotika yang sama bahayanya dengan heroin atau cocaine. Melalui liputan pers, LGN berharap agar masyarakat menjadi sadar bahwa ganja bukanlah tumbuhan yang perlu ditakuti dan bahwa ganja tidak menimbulkan adiksi yang berbahaya. Jika isu legalisasi ganja ini menjadi mainstream, maka untuk mengimplementasikan wacana ini menjadi mudah. Ganja adalah tanaman ciptaan Tuhan yang alami, lalu kenapa kita harus memberantasnya? Bukan malah memanfaatkannya?
Misi Lingkar Ganja Nusantara
Berangkat dari sebuah grup  “Dukung Legalisasi Ganja” yang dibuat di situs jejaring sosial ‘Facebook’, para pengurus (admin) dari grup tersebut telah berkumpul dan berbincang-bincang mengenai arah gerak dan strategi untuk memulihkan citra dan posisi tanaman ganja dalam relasi (hubungannya) dengan peradaban serta kebudayaan manusia.
Hasil dari perbincangan para pengurus tadi adalah diperlukannya sebuah badan atau organisasi yang berstatus hukum (legal) untuk melakukan langkah-langkah konkrit dalam menyebarkan (sosialisasi) mengenai manfaat tanaman ganja kepada semua elemen masyarakat.
Tanaman ganja (Cannabis sativa) adalah tanaman yang mendapat stigma (cap) sangat buruk dari pemerintah lewat berbagai pemberitaan yang tidak proporsional, tidak akurat dan bahkan tidak sesuai dengan kenyataan ilmiah serta dinamika yang tengah berjalan di seluruh dunia. Sebagai tanaman yang oleh Undang-Undang No. 35 tentang Narkotika tahun 2009 digolongkan sebagai narkotika kelas 1, tanaman ganja telah mendapatkan posisi dan citra yang sangat negatif di tengah-tengah masyarakat.
Atas dasar ini, “Lingkar Ganja Nusantara” memiliki aktifitas sebagai organisasi yang bertugas menyebarkan informasi obyektif mengenai tanaman ganja, hubungan serta manfaatnya bagi manusia kepada seluas-luasnya masyarakat. Lebih lanjut lagi “Lingkar Ganja Nusantara” akan menjalin kerjasama dengan berbagai elemen masyarakat mengenai masalah tanaman ganja untuk mendorong perubahan pandangan negatif masyarakat serta kebijakan pemerintah yang terkait dengan ganja.
Tanaman ganja memiliki berbagai manfaat medis sebagai obat herbal alamiah, memiliki potensi yang tinggi untuk dimanfaatkan sebagai tanaman komoditas industri yang mengungguli berbagai tanaman populer lain sebagai sumber serat tekstil (alternatif unggul dari tanaman kapas), bubur kertas (alternatif utama dari penebangan pohon kayu), plastik komposit, biji dan minyak-nya sebagai bahan pangan utama manusia, serta biomassa (keseluruhan material organiknya) dan minyaknya sebagai sumber energi.
Dari aspek sejarah serta segi medis yang ilmiah, dunia juga sudah membuktikan bahwa tanaman ganja adalah tanaman yang aman dikonsumsi manusia sepanjang zaman. Secara teknis ganja tidak dapat menyebabkan overdosis, tidak menyebabkan kecanduan fisik, serta memiliki potensi yang sangat rendah dalam menimbulkan kecanduan psikis, seperti halnya bermain game online atau perilaku berjudi.
Berbagai kajian ilmiah bahkan telah menyatakan bahwa banyak obat-obatan resep dan obat-obat produksi resmi yang jauh lebih berbahaya dari dampak tanaman ganja pada manusia baik secara fisik maupun mental.
Kenyataan ini sangat kontras dengan situasi perundang-undangan Narkotika di Indonesia yang menempatkan tanaman ganja sebagai tanaman yang tidak memiliki manfaat medis sama sekali bagi manusia, sangat berbahaya (baik fisik maupun mental) serta diberi hukuman yang sangat berat. Vonis minimum 4 tahun penjara bagi seseorang yang tertangkap basah oleh aparat hukum tengah memiliki, menguasai, atau sedang mengkonsumsi ganja merupakan vonis yang sangat tidak masuk akal dan melanggar Hak Azasi Manusia. Penggolongan ganja sebagai narkotika kelas satu (1) juga telah menghambat para ilmuwan, praktisi dan masyarakat umum dalam jalur hukum untuk memanfaatkan ganja, baik dalam keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Undang-Undang No.35 tentang Narkotika juga menghambat tindak lanjut dari berbagai penelitian dan pengetahuan mengenai manfaat tanaman ganja yang telah dilakukan di seluruh dunia sebagai komoditas industri yang mampu menjadi raksasa devisa bagi negara maupun untuk kepentingan pelayanan medis bagi yang membutuhkan.
“Lingkar Ganja Nusantara” akan berperan dalam melakukan komunikasi dengan seluruh pihak terkait dan berwenang yang mampu memulihkan, mengangkat, serta mengaplikasikan berbagai banyak manfaat tanaman ganja dalam kehidupan manusia.



PEMBAHASAN
Kontestasi dan Transformasi Kebebasan Media
Dalam kalimat sederhana, kontestasi merupakan pertarungan berbagai macam kelompok, masing-masing memperjuangkan ideologi, nilai, solusi, dan lain sebagainya. Wacana, atau diskursus akan selalu dibuka, bermunculan pula berbagai perbandingan yang mengundang debat, maupun konflik. Dan media merupakan ruang kontestasi berbagai wacana yang sekarang bebas dilontarkan oleh setiap orang maupun kelompok. Setelah orde baru jatuh, terjadi transisi media dari otoriter menuju liberal.
Media yang otoriter mendukung dan menjadi kepanjangan tangan pemerintah yang sedang berkuasa dan melayani Negara. Tak bisa dielakkan, penentu kebenaran masih menjadi privelege penguasa politis. Kebenaran yang ada di benak dan pikiran masyarakat bisa jadi hanya hasil dari dikte para penguasa. Menulis sejarah imperialisme bahkan menjadi pekerjaan rumah para pemegang kekuasaan politik, sampai-sampai masyarakat tak mampu lagi membedakan kondisi terjajah atau merdeka. Era Orde Baru mencoba menekan segala kemungkinan kontestasi kaum elit dan alit, terutama lewat media massa. Melalui penerapan hak khusus, lisensi, sensor langsung, dan peraturan yang diterapkan pemerintah yang otoriter, individu yang tidak puas dengan keadaan sekitarnya dijauhkan dari kemungkinan mengkritik pemerintah yang berkuasa.
Sekarang dimana kita mengalami apa yang dinamakan tsunami informasi, segalanya serba bebas untuk mengemukakan pendapatnya. Kebebasan media yang cenderung liberal bersifat swasta, dan siapa pun yang mempunyai uang yang cukup dapat menerbitkan media. Media dikontrol dalam dua cara. Dengan beragamnya pendapat, “proses pembuktian kebenaran” dalam “pasar bebas gagasan” akan memungkinkan individu membedakan mana yang benar atau salah. Demikian pula dengan sistem hukum yang memiliki ketentuan untuk menindak tindakan fitnah, tindakan senonoh, ketidaksopanan, dan hasutan. Jadi, dengan kebebasan media saat ini diharapkan kontestasi akan cepat bergulir tanpa terhambat oleh pembatasan-pembatasan berpendapat, sehingga isu yang berkembang di media pun dapat dengan baik dikritisi dan dinilai oleh masyarakat.
Lingkar Ganja Nusantara sebagai Cybercommunity Pro-Legalisasi Ganja
Perkembangan teknologi informasi tidak saja mampu menciptakan masyarakat dunia global, namun secara materi mampu mengembangkan ruang gerak kehidupan baru bagi masyarakat, sehingga tanpa disadari, komunitas manusia telah hidup dalam dua dunia kehidupan, yaitu kehidupan masyarakat nyata dan kehidupan masyarakat maya (cybercommunity).
Pada awalnya masyarakat maya adalah sebuah fantasi manusia tentang dunia lain yang lebih maju dari dunia saat ini. Fantasi tersebut adalah sebuah hiper-realitas manusia tentang nilai, citra, dan makna kehidupan manusia mampu mengungkapkan misteri pengetahuan itu, maka manusia mampu menciptakan ruang kehidupan baru bagi manusia di dalam dunia hiper-realitas itu.
Komunitas maya memiliki kehidupan kelompok yang rumit. Umumnya kelompok sosial ini dibangun berdasarkan pada hubungan-hubungan sekunder, sehingga pengelompokkan mereka didasarkan pada kegemaran dan kebutuhan anggota masyarakat terhadap kelompok tersebut.
LGN menggunakan media facebook untuk pertama kalinya mereka berdiskusi tentang dukungan legalisasi ganja serta mengenai arah gerak dan strategi untuk memulihkan citra dan posisi tanaman ganja dalam relasi (hubungannya) dengan peradaban serta kebudayaan manusia. LGN akan menggunakan berbagai elemen media untuk mencapai tujuannya tersebut, seperti Koran, Televisi, Jejaring Sosial, terutama melalui pendidikan ke masyarakat.
Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai agen kontra legalisasi Ganja
Narkoba adalah zat atau obat yang sangat berbahaya jika disalahgunakan. Penyalahgunaan Narkoba mengakibatkan ketergantungan, mengganggu sistem syaraf pusat dan dapat menyebabkan ganguan fisik, jiwa, sosial dan keamananan. Sifat utama yang terkandung dalam Narkoba dapat mengakibatkan beberapa efek terhadap pengguna yang berlebihan secara umum berdampak sugesti (keinginan yang tak tertahankan terhadap Narkoba), toleransi (kecendrungan untuk menambah dosis), ketergantungan secara psikis (gelisah emosional), dan ketergantungan secara psikis (gejala putus zat). Selain itu penyalahgunaan narkoba dapat menimbulkan bermacam-macam bahaya atau kerugian. Adapun kerugian itu antara lain terhadap pribadi, kehidupan keluarga, kehidupan social bermasyarakat serta kehidupan berbangsa dan bernegara.
Penanggulangangan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba wajib dilakukan oleh pemerintah melalui aparat penegak hukum dan fungsi terkait. Namun demikian peran serta masyarakat dalam menanggulangi Narkoba juga mutlak diperlukan. Tanpa peran serta masyarakat. Upaya yang dilakukan pemerintah tidak akan secara maksimal. Langkah penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba yang dilakukan polri dapat digolongkan menjadi 3 upaya yaitu preemtif, preventif maupun repsesif.
Upaya pre-emtif antara lain dilakukan dengan cara educatif pembinaan dan pengembangan lingkungan pola hidup masyarakat, menciptakan hubungan yang harmonis antar sesama masyarakat dan antara masyarakat dengan Polri melalui upaya penyuluhan dan sambang, meningkatkan kesadaran masyarakat dalam turut serta menjaga keamanan ditengah masyarakat itu sendiri, dan memberikan pencerahan bahwa menggunakan, membeli bahkan sampai memperjual belikan Narkoba adalah perbuatan melanggar norma hukum dan norma agama, serta mengadakan pendekatan solusi usaha mengantikan tanaman ganja yang sering di tanam dengan tanaman pengganti yang lebih memiliki nilai jual tinggi namun tidak melanggar hukum.
Upaya preventif dapat dilakukan melalui upaya mencegah masuknya narkoba dari Luar negeri dengan melakukan pengawasan secara ketat di daerah-daerah perbatsan seperti Bandara, pelabuhan laut dan perbatasan-perbatasan darat. Upaya preventif ini dapat dilakukan oleh fungsi samapta, lalu lintas, dan lain – lain. Sedangkan upaya represif berupa upaya penindakan/ penegakan hukum terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba dapat dilakukan dengan upaya penyelidikan dan penyidikan secara professional oleh fungsi Reskrim / Res Narkoba Polri.
Pada akhirnya dari berbagai diskursus tadi, antara yang pro dan yang kontra akan pelegalan ganja di Indonesia. Media berperan penting dalam mengkonstruksi opini di masyarakat, maka baik LGN sebagai pihak yang pro-legalisasi ganja maupun BNN sebagai pihak yang kontra menyadari kekuatan dari media tersebut. Teori konstruksi sosial media  sebagai koreksi konsep Berger dan Luckmann mengenai konstruksi sosial atas realitas sosial dibangun secara simultan melalui tiga proses, yaitu eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Proses simultan ini terjadi antara individu satu dengan lainnya di dalam masyarakat. Bangunan realitas yang tercipta karena proses sosial tersebut adalah objektif, subjektif, dan simbolis atau intersubjektif. Substansi teori konstruksi sosial media massa adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan sangat cepat dan sebarannya merata. Selain menggunakan Facebook, Koran, internet dan melalui pendidikan mengenai ganja, music juga menjadi media yang efektif dalam upaya legalisasi ganja seperti melalui music reggae yang identik dengan ganja atau mariyuana. Music terbilang efektif karena umumnya disukai generasi muda yang masih labil dalam pencarian jati diri. Namun realitas sosial yang terkonstruksi ini akhirnya membentuk opini di masyarakat baik itu apriori maupun opini cenderung sinis.  Berikut visualisasi dari proses kontestasi dan konstruksi media terhadap masyarakat:

Isu pelegalan ganja memang merupakan isu yang sensitive dan controversial, namun sekali lagi peran media coverage sangat vital dalam penyebaran wacana ini. Masyarakat memang masih menyukai berita-berita yang controversial dibanding berita yang konstruktif. Menggunakan teori Agenda Setting, jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Jadi, apa yang dianggap penting bagi media, maka penting juga bagi masyarakat. Oleh karena itu, apabila media massa memberi perhatian pada isu tertentu dan mengabaikan yang lainnya, akan memiliki pengaruh terhadap pendapat umum. Kesimpulannya, legalisasi ganja merupakan isu controversial yang mudah diblowing daripada isu-isu yang kontruktif sehingga dengan pemberitaan media terus-menerus minimal organisasi yang melemparkan isu tersebut cukup dikenal di masyarakat (khalayak). Dalam teori ini, opini masyarakat merupakan hasil belajar akan isu-isu apa dan bagaimana isu-isu tersebut disusun berdasarkan tingkat kepentingannya.


Penutup
Masyarakat memiliki kesempatan yang seluas – luasnya untuk berperan serta membantu pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba sesuai dengan pasal 104 UU No 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan pasal 54 UU No 5 TAHUN 1997 tentang Psikotropika. Peran serta masyarakat dapat dilakukan melalui upaya mencari, memperoleh dan memberikan informasi, menyampaikan saran dan pendapat serta memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya mengenai adanya dugaan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba.
Selain hal tersebut diatas, peran serta masyarakat dapat dilakukan dengan berbagi cara sesuai dengan lingungan dengan mewujudkan keluarga yang harmonis dan lingkungan sosial yang sadar akan bahaya Narkoba. Hal ini juga dapat dilakukan oleh masyarakat melalui jalur/ lingkungan pendidikan, kegiatan keagamaan dan kegiatan sosial masyarakat lainnya.
Untuk stakeholder terkait, agar meningkatkan kerjasama antara Polri dengan lembaga pemerintah kementerian dan non kementerian yang berhubungan dengan penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. Hal ini dapat diwujudkan dengan membuat perjanjian kerjasama atau memorandum of understanding (Mou) yang ditindak lanjuti dengan pembentukan satuan tugas (satgas) anti Narkoba yang komprehensif.

0 komentar:

Posting Komentar