Sabtu, 08 Maret 2014

KONVENSI TUNGGAL PBB TENTANG NARKOTIKA 1961

PBB - INDOGANJAKonvensi Tunggal PBB Tentang Narkotika 1961 atau United Nation of Single Convention on Drug 1961 adalah perjanjian internasional yang melarang produksi dan pasokan narkotika dan obat-obatan terlarang kecuali di bawah lisensi untuk tujuan tertentu, seperti perawatan medis dan penelitian. Konvensi ini tujuannya untuk memperbarui konvensi sebelumnya, yaitu Konvensi Paris 13 Juli 1931. Konvensi PBB tahun 1961 ini memasukkan sejumlah produk opioid sintetik yang ditemukan dalam kurun waktu 30 tahun terakhir dan juga untuk mempermudah apabila ingin memasukkan jenis narkotika baru kedalam perjanjian.


Dari tahun 1931-1961 sebagian besar keluarga opioid sintetik telah dikembangkan, termasuk jenis obat-obatan dengan tujuan apa pun yang terkait dengan narkotika seperti: metadon, petidin, morphinans dan obat dextromoramide dan obat-obatan lainnya.

Perjanjian sebelumnya hanya mengendalikan produksi dan peredaran gelap opium, koka, dan turunannya seperti morfin, heroin dan kokain. Konvensi Tunggal 1961 ini merupakan konsolidasi dari perjanjian-perjanjian sebelumnya yang memperluas cakupan dengan memasukkan ganja dan obat-obatan lainnya yang efeknya mirip dengan jenis narkotika tertentu. Komisi Narkotika dan Organisasi Kesehatan Dunia diberi kuasa untuk menambah, menghapus, dan mengatur jenis narkotika menjadi empat golongan.

Penggolongan narkotika menurut Konvensi Tunggal 1961 diurutkan mulai dari yang paling ketat ke yang tidak terlalu ketat: Golongan IV, Golongan I, II, dan III. Daftar obat-obatan dianeksasi pada perjanjian internasional. Pasal 3 menyatakan bahwa dalam rangka penggolongan narkotika dan obat-obatan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membuat ketentuan penggolongan, yaitu:

Golongan I - Batasan untuk tujuan medis dan ilmiah dari semua fase narkotika seperti manufaktur, perdagangan dalam negeri dan perdagangan internasional dan dalam hal kepemilikan dan penggunaan.
Golongan II – Bisa diperoleh dengan rekomendasi dokter. Tidak tunduk pada ketentuan Pasal 30, ayat 2 dan 5, sehubungan dengan perdagangan ritel.

Golongan III – Pengadaan diperbolehkan, sertifikat impor dan sistem otorisasi ekspor ditetapkan dalam Pasal 31, ayat 4 sampai 15.

Golongan IV - Kategori obat-obatan yang dianggap memiliki "sifat sangat berbahaya" seperti Golongan I jika dibandingkan dengan obat-obatan lainnya. Menurut Pasal 2, daftar narkotika Golongan IV seharusnya dimasukkan kedalam daftar Golongan I dan tunduk pada semua aturan yang berlaku.

International Narcotics Control Board (INCB) ditugaskan untuk mengendalikan produksi obat, perdagangan internasional, dan dispensasi. Badan PBB yang mengurusi kejahatan narkoba (UNODC) bertugas melakukan pemantauan rutin untuk memonitor setiap negara dan bekerja sama dengan otoritas nasional untuk memastikan kepatuhan seluruh negara-negara di dunia pada Konvensi Tunggal. Perjanjian ini telah dilakukan sejak dilengkapinya Konvensi Psikotropika, yang mengontrol LSD, Ecstasy, dan obat-obatan psikoaktif lain, serta Konvensi PBB untuk melawan perdagangan gelap narkotika dan Psikotropika, yang mana memperkuat ketentuan terhadap pencucian uang dari perdagangan gelap narkotika.

Sampai bulan Mei 2013, Konvensi Tunggal sudah memiliki 184 negara penandatangan, yaitu Tahta Suci Vatikan ditambah semua negara anggota PBB, dengan pengecualian Afghanistan, Chad, Timor Timur, Equatorial Guinea, Kiribati, Nauru, Samoa, Sudan Selatan, Tuvalu, dan Vanuatu.

Sejak Konvensi Tunggal tidak self-executing, semua anggotanya harus mengikuti dan melaksanakan ketentuan-ketentuannya. Sebagian besar undang-undang narkotika nasional dinegara-negara anggota PBB sesuai dengan isi Konvensi Tunggal dan perjanjian tambahannya, yaitu Konvensi 1971 tentang Psikotropika dan Konvensi PBB Melawan Perdagangan Gelap Narkotika dan Psikotropika 1988.

Menteri Dalam Negeri Rusia Boris Gryzlov mengatakan "Pelarangan total dari penggunaan narkoba itu bukan inisiatif pemerintah sendiri, melainkan bagian dari tanggung jawab untuk melaksanakan perintah tertulis dari konvensi narkotika PBB 1961, 1971, dan 1988."

Single Convention 1961 telah sangat mempengaruhi standardisasi hukum pengendalian narkotika nasional. UU Narkotika di Amerika Serikat (Controlled Substances Act of 1970) dan UU Narkotika Kerajaan Inggris 1971 (United Kingdom's Misuse of Drugs Act 1971) dirancang khusus untuk memenuhi kewajiban dari perjanjian tersebut. Kedua kitab UU ini adalah skema analog dari penggolongan narkotika, dengan prosedur yang sama untuk menambahkan, menghapus, dan memindahkan golongan narkotika. Controlled Substances Act mengikuti Single Convention dalam hal otoritas kesehatan masyarakat dan keputusan dalam penggolongan narkotika. Ini juga mencakup ketentuan yang mewajibkan bahwa pemerintah Federal AS wajib mengendalikan dengan ketat semua penyalahgunaan narkotika seperti yang diamanatkan oleh Konvensi.

Penggolongan narkotika dalam Konvensi Tunggal berbeda dengan UU narkotika AS, Controlled Substances Act yang memiliki 5 (lima) Golongan. Mulai dari Golongan I yang ketat sampai ke Golongan V yang tidak ketat. Konvensi Psikotropika 1988 mengkatagorikan ke dalam 4 (empat) golongan, mulai dari yang terketat sampai yang tidak ketat.

Indonesia meratifikasi Konvensi Tunggal Narkotika pada Tahun 1961 beserta protokolnya menjadi Undang-undang Nomor 8 Tahun 1976. UU ini mengkatagorikan narkotika kedalam 3 (tiga) golongan; I, II dan III, mulai dari yang dianggap paling berbahaya sampai yang paling tidak berbahaya.

Pada tahun 1997 Indonesia juga meratifikasi Konvensi PBB Tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika Dan Psikotropika, 1988 (United Nation Convention Against Illicit Traffic In Narcotic Drug And Psychotropic Substances, 1988).

Dalam perkembangan pengaturan masalah narkotika, UU Nomor 22 Tahun 1997Tentang Narkotika direvisi lagi menjadi UU Nomor 35 Tahun 2009, dengan dalih bahwa tindak pidana telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang tinggi, tekhnologi canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah menimbulkan korban terutama dikalangan generasi muda bangsa.

0 komentar:

Posting Komentar